Rabu, 09 Oktober 2013

Misteri Kerinduan

Aku merasakan rindu yang berbeda
Bukan rindu yang itu, tapi rindu lainnya
Bukan semacam rindu yang sering kau tahu
Ini rindu lain, aku pun tak tahu

Ketika malam mulai tak berkuasa
Kurasakan ada yang berbeda
Kesendirian dan kehampaan
Walaupun aku tahu, aku berada di tengah hingar bingar meriahnya manusia
Aku sendiri…

Kutatap mata pada kumpulan kaca
Kutanya apa yang sedang ia cari ?
Apa yang sedang ia nanti ?

Aku berada pada pusaran arus kehidupan
Arus yang kuat, entah kemana arahnya
Aku masih belum putuskan, berenang melawan
atau cukup mengambang terlenakan
Karena semua sama, muaranya belum bisa ku resapi
Semuanya masih misteri…

Seperti rindu ini.

Semuanya masih misteri..

Sudut Kota Kembang
Malam hari, akhir Juli 2013

Rabu, 25 Januari 2012

Perayaan

Hampir lima tahun sudah aku menjadi bagian dari kota ini. Masih teringat dengan jelas ketika pertama kali merasakan dinginnya bulan Juli di Kota ini. Kota ini aneh, setiap pertengahan tahun pada bulan Juli sampai September selalu memberikan salam dingin kepada calon penghuninya. Suhu udara yang begitu dingin pada malam hari, hampir selalu bisa memberikan tekanan mental pada orang-orang baru. Seakan-akan kota ini menyelenggarakan seleksi awal kepada calon penghuninya. Tak pelak banyak pemuda-pemudi baru yang gagal pada seleksi awal ini. Asma adalah penyakit yang menjadi lawan dari kota ini.
Aku salah satu dari ribuan penghuni baru yang berhasil lolos dari seleksi awal kota ini. Selimut hangat yang sempat kubawa ke kota ini telah mampu menyelamatkanku. Padahal untuk sekedar membawanya saja harus berdebat dan bersitegang dengan Ibu. Ibuku yang pencemas sedangkan aku termasuk pemuda yang angkuh. Aku merasa dengan tubuh mudaku pasti akan dapat menaklukkan kota Ini. Namun rasa hormat mengalahkan sifat keangkuhan seorang putra. Terpaksalah selimut tebal warna merah bermotif bunga krisan ini mengikutiku merantau di kota ini.
Sekeping potret masa lalu itu melintas di pikiranku. Sekarang aku berdiri di ujung perpisahan dengan kota ini. Perpisahaan dengan kenangan yang pernah terukir di boulevard kota ini, di bukit yang beratapkan bintang, di halaman parkir kantor rektor, dan di sudut-sudut lain kota ini yang sulit untuk dilupakan. Perpisahan dengan sahabat-sahabat karib seperjuangan.
Aku jauh melamun, rasanya enggan aku pergi dari kota ini. Masih ingin terus menjadi bagian kota yang indah ini. Kota ini adalah rumah keduaku. Aku menemukan jati diri disini. Setelah terombang-ambing pada semangat masa muda, aku menemukan kedewasaan berpikir disini. Aku semakin jauh tertelan alam khayalan.
“Malam ini malam terakhirmu disini”, sergah wanita di sebelahku. Terkesiap aku menyadari ternyata aku tak sendiri disini.
“Kenapa kau terus diam? Sedihkah? Atau mengingat wanita-wanita di kota ini yang dulu singgah dihatimu?”, tanyanya lagi.
“Hmm, terlalu banyak yang aku pikirkan saat ini. Mungkin itu juga salah satu pikiran yang sempat terbersit”, jawabku sekenanya.
 “ Wanita? Memangnya aku pernah punya wanita lain di kota ini?”, gumamku dalam hati. Wanita mungkin adalah satu-satunya kenangan minim yang kudapat dikota ini. Hanya ada satu wanita yang menghiasi kehidupanku di kota ini. Minim sekali bukan?
Kuminum seteguk air minum kemasan rasa jeruk yang telah habis separuh. Aku sedang malas berkata-kata. Setiap huruf yang keluar dari mulut semakin membuat perasaan ini sedih. Dan aku tetap memilih untuk diam dan melamun.
“Hey, ini malam terakhirmu disini !”, sergahmu kembali, sambil mendekatkan wajah serta menyunggingkan senyum.
“Iya”, jawabku singkat.
“Malam terakhir bukan untuk melamun, rayakanlah ! Kau telah berhasil menuntaskan studimu. Kau telah berhasil membahagiakan orang tuamu. Rayakanlah!”, jawabmu bersemangat.
Aku tetap terdiam. Merayakan? Apa yang perlu dirayakan?. Kelulusan adalah sesuatu yang tidak perlu dirayakan. Kelulusan kini begitu mudah di dapatkan. Mahasiswa paling bodoh pun pasti akan mengalami kelulusan jika ia tertib masuk kampus. Kenapa mesti dirayakan? Aku menganggap kelulusan ini hanyalah sebuah siklus kehidupan biasa yang pasti dialami oleh sekelompok pemuda di negeriku ini, tak lebih. Kau hanya perlu membayar uang bulanan dan pasti akan kau dapatkan gelar-gelar yang menempel di namamu itu. Sebegitu mudahnya mendapatkan kelulusan. Tinggal mau atau tidak. Kenapa mesti dirayakan?
“Setidaknya kamu harus bersyukur, semester depan orang tuamu tak lagi perlu mengirim uang untuk biaya hidupmu di kota ini”, candamu mengalihkan lamunanku.
Ya benar, mungkin itu satu-satunya alasan yang dapat kuterima jika harus merayakan malam terakhirku di kota ini. Aku telah berhasil membebaskan orang tuaku dari jeratan biaya pendidikan yang begitu mencekik leher akhir-akhir ini. Ini adalah satu-satunya prestasi yang bisa kubanggakan saat ini.
“Dengan apa kuharus merayakan malam terakhir ini?”, tanyaku.
“Menangis mungkin? Aku tak pernah lihat kau menangis.”, jawabanmu klise.
“Haha, aku lelaki non !”, jawabku terkekeh.
“Apa salahnya? Memangnya hanya wanita sepertiku yang boleh menangis? Kau pun boleh. Kesedihan bukan untuk disimpan tau.”, jawabmu marah merasa emansipasinya terusik oleh perkataanku.
Aku pun kembali terdiam, malam semakin larut. Udara semakin dingin, dinginnya tak seperti biasa. Ah, aku lupa, ini adalah akhir September. Periode musim dingin  kota ini belum berlalu. Aku menoleh kearah wanita di sebelahku. Wajahnya yang putih semakin putih menahan dingin. Lengan jaket yang sengaja dipanjangkan untuk menutupi telapak tangannya ternyata masih belum mampu mengusir dingin akhir September Kota ini.
Kulingkarkan lenganku dipinggangnya. Kupeluk dan kukirimkan hangatku ketubuhnya. Ia masih mengigil. Kami saling terdiam begitu lama.
“Jangan pergi”, suaranya terisak memecah heningnya malam. Air mata menetes di pipinya. Wanita yang kucintai karena keangkuhan dan ketegarannya ini menangis. Baru pertama kali aku melihatnya menangis. Aku bersalah.
“Kenapa kau menangis? Malam ini malam perayaan!”, jawabku sambil menghapus air mata di pipinya. Wajahnya memerah dan ia masih terisak. Aku bersalah.
Ku longgarkan lenganku di tubuhnya. Ku palingkan wajahnya kearahku.
“Malam ini malam perayaan bukan? Jangan menangis”, tanyaku menghibur.
Ia mengangguk perlahan. Kudekatkan mukaku kearahnya. Kukecup kedua bibir merahnya perlahan.
Lalu aku bisikkan, “Malam ini malam terakhirku di sini, mari kita rayakan”.

Malang, 25 September 2011

Jumat, 20 Januari 2012

Investasi via Gadget? Pikirkan dulu!


Dunia saat ini sudah sangat bergantung pada perangkat teknologi komunikasi. Hampir disetiap sendi kehidupan seakan-akan kita tidak bisa lepas dari gadget kita masing-masing. Anak seusia SMP pun sudah terbiasa untuk mengoperasikan perangkat komunikasi mereka. Baik untuk berkomunikasi sampai bermain. Orang tua pun tidak mau ketinggalan, sering dijumpai dipojok kafe, seseorang yang telah berumur sedanga asyik “menyentil” i-pad.
Gadget saat ini bukan hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan komunikasi yang mudah dan efisien namun juga sudah menjadi lifestyle (gaya hidup). Kepemilikan gadget bahkan sekarang sudah digunakan untuk menandai kemakmuran seseorang. Ya, gadget sekarang sudah sampai kepada peralatan untuk meningkatkan prestise seseorang.
Namun terkadang ada sekelompok orang yang memiliki anggapan bahwa kepemilikan gadget dapat digunakan sebagai investasi. Mereka berpikir, berusaha membeli peralatan terbaru dengan teknologi termutakhir lalu kemudian jika sudah bosan akan menjualnya dengan harga yang diharapkan masih tinggi. Kalau pemikiran ini dilakukan sekitar 10 tahun lalu mungkin masih bisa diterima. Harga gadget yang cenderung stabil adalah salah satu indikator yang dapat dijadikan pegangan.
Pada kenyataan teknologi manufaktur gadget berkembang dengan pesat. Perusahaan-perusahaan raksasa teknologi dunia dalam waktu yang singkat mampu untuk memproduksi teknologi terbaru perangkat keras maupun perangkat lunak. Hampir setiap selang waktu tertentu produsen-produsen itu mengeluarkan update teknologi terbaru yang kadang mencengangkan. Dengan kondisi seperti itu, teknologi-teknologi yang terdahulu akan selalu tenggelam oleh teknologi terkini yang diproduksi. Padahal terkadang tingkat perbedaan dengan teknologi yang terbaru tidak terlalu siknifikan. Namun, perbedaan kecil itu sudah mampu untuk “menjatuh bebaskan” harga-harga teknologi yang terdahulu.
Berdasarkan fenomena diatas bisa dikatakan bahwa untuk saat ini gadget bukan digunakan untuk investasi. Kita harus mengubah paradigm berpikir kita tentang gadget untuk investasi. Cara pembelian gadget yang benar adalah sesuai dengan kebutuhan kita saat ini dan sesuai dengan kemampuan kita untuk membeli. Kita tidak perlu memaksakan diri untuk memiliki teknologi terbaru, karena diyakini suatu saat pasti teknologi tersebut akan ada terus yang menggantikan.
Perlu diingat lagi bahwa teknologi terbaru terkadang tidak compatible dengan kebutuhan-kebutuhan kita. Akan menjadi sia-sia jika teknologi terbaru yang kita beli ternyata tidak mampu untuk meningkatkan produktivitas kita. Malah kita akan terus terjebak untuk mempelajari-mempelajari hal baru saja tanpa mampu mengoptimalkan kemampuan gadget kita.

Think wisely for purchasing our gadget.
Sekian
Salam dari pojokbumi
GK.

Kamis, 12 Januari 2012

Yang Terpinggirkan

Keberadaan kami tak perlu diperjuangkan
Kehidupan kami tak perlu dirisaukan

Suara tangis perempuan kami hanya seharga menitan publikasi
Teriakan-teriakan kami laksana suara berisik nyamuk
Yang sesaat terdengar lalu dengan cepat berusaha dimusnahkan

Masa depan kami adalah masa depan bayangan.
Semakin kelam dan buram tertimpa oleh perilaku jahanam.
Apakah besok kami mati di tangan polisi?
Atau terkubur oleh ambisi politisi?

Kami sebenarnya tak butuh diwakili.
Biar kami sendiri yang memutar roda nasib negeri kami.
Muak sudah harapan pada wakil para bangsawan,
Karena semuanya berujung pada kenikmatan para penjilat kekuasaan.

Kami tidak perlu demokrasi.
Karena suara kami sudah terlalu basi.
Bebas terdengar, namun jarang didengar.

Sebenarnya kami tak perlu diwakili.
Karena kami seharusnya yang menjadi pusaran keputusan dan kesejahteraan.
Bukan yang terpinggirkan.


Bandung, 12 Januari 2012
GK

Jumat, 06 Januari 2012

Halo Dunia


Halo Dunia atau yang lebih dikenal "Hello World" merupakan kata-kata yang lazim kita gunakan pada dunia IT untuk memulai belajar sesuatu yang baru. Kita beranggapan bahwa jika kita sudah mampu untuk menuliskan kata "Hello World" berati satu tahapan telah kita lalui. Tahapan tersebut adalah "mencoba". Setelah kita memang telah memiliki kemauan untuk mencoba hanya tinggal familiarisasi dan usaha yang akan membuat kita menguasai hal tersebut.
"Halo Dunia" ini saya gunakan untuk menandai lahirnya blog baru saya. Semoga dengan postingan ini saya telah melalui tahapan berani "mencoba" membuat sebuah blog baru. Selanjutnya saya ingin blog ini menjadi sarana menulis saya yang efektif selain blog saya yang telah ada sebelumnya di http://warkop-it.blogpsot.com.
Blog ini semoga akan dapat membangkitkan semangat berbagi saya yang selama ini terbengkalai. Pastinya blog ini juga akan memiliki klasifikasi tersendiri dibandingkan dengan blog saya yang terdahulu. Dalam Warkop-IT saya cenderung untuk berbagi pengetahuan tentang dunia IT yang saya gemari. Mungkin untuk blog yang ini akan lebih bernuansa bebas, umum bahkan fun dari hasil pemikiran-pemikiran saya. (Semoga sempat nulis :-p)




Semoga Pojok Bumi ini menjadi tempat singgah yang menarik dan tempat berbagi yang menarik bagi para pembaca semua.

Ditulis dari Pojok Bumi untuk Seluruh Dunia

GK