Hampir lima tahun sudah aku menjadi bagian dari kota ini. Masih teringat dengan jelas ketika pertama kali merasakan dinginnya bulan Juli di Kota ini. Kota ini aneh, setiap pertengahan tahun pada bulan Juli sampai September selalu memberikan salam dingin kepada calon penghuninya. Suhu udara yang begitu dingin pada malam hari, hampir selalu bisa memberikan tekanan mental pada orang-orang baru. Seakan-akan kota ini menyelenggarakan seleksi awal kepada calon penghuninya. Tak pelak banyak pemuda-pemudi baru yang gagal pada seleksi awal ini. Asma adalah penyakit yang menjadi lawan dari kota ini.
Aku salah satu dari ribuan penghuni baru yang berhasil lolos dari seleksi awal kota ini. Selimut hangat yang sempat kubawa ke kota ini telah mampu menyelamatkanku. Padahal untuk sekedar membawanya saja harus berdebat dan bersitegang dengan Ibu. Ibuku yang pencemas sedangkan aku termasuk pemuda yang angkuh. Aku merasa dengan tubuh mudaku pasti akan dapat menaklukkan kota Ini. Namun rasa hormat mengalahkan sifat keangkuhan seorang putra. Terpaksalah selimut tebal warna merah bermotif bunga krisan ini mengikutiku merantau di kota ini.
Sekeping potret masa lalu itu melintas di pikiranku. Sekarang aku berdiri di ujung perpisahan dengan kota ini. Perpisahaan dengan kenangan yang pernah terukir di boulevard kota ini, di bukit yang beratapkan bintang, di halaman parkir kantor rektor, dan di sudut-sudut lain kota ini yang sulit untuk dilupakan. Perpisahan dengan sahabat-sahabat karib seperjuangan.
Aku jauh melamun, rasanya enggan aku pergi dari kota ini. Masih ingin terus menjadi bagian kota yang indah ini. Kota ini adalah rumah keduaku. Aku menemukan jati diri disini. Setelah terombang-ambing pada semangat masa muda, aku menemukan kedewasaan berpikir disini. Aku semakin jauh tertelan alam khayalan.
“Malam ini malam terakhirmu disini”, sergah wanita di sebelahku. Terkesiap aku menyadari ternyata aku tak sendiri disini.
“Kenapa kau terus diam? Sedihkah? Atau mengingat wanita-wanita di kota ini yang dulu singgah dihatimu?”, tanyanya lagi.
“Hmm, terlalu banyak yang aku pikirkan saat ini. Mungkin itu juga salah satu pikiran yang sempat terbersit”, jawabku sekenanya.
“ Wanita? Memangnya aku pernah punya wanita lain di kota ini?”, gumamku dalam hati. Wanita mungkin adalah satu-satunya kenangan minim yang kudapat dikota ini. Hanya ada satu wanita yang menghiasi kehidupanku di kota ini. Minim sekali bukan?
Kuminum seteguk air minum kemasan rasa jeruk yang telah habis separuh. Aku sedang malas berkata-kata. Setiap huruf yang keluar dari mulut semakin membuat perasaan ini sedih. Dan aku tetap memilih untuk diam dan melamun.
“Hey, ini malam terakhirmu disini !”, sergahmu kembali, sambil mendekatkan wajah serta menyunggingkan senyum.
“Iya”, jawabku singkat.
“Malam terakhir bukan untuk melamun, rayakanlah ! Kau telah berhasil menuntaskan studimu. Kau telah berhasil membahagiakan orang tuamu. Rayakanlah!”, jawabmu bersemangat.
Aku tetap terdiam. Merayakan? Apa yang perlu dirayakan?. Kelulusan adalah sesuatu yang tidak perlu dirayakan. Kelulusan kini begitu mudah di dapatkan. Mahasiswa paling bodoh pun pasti akan mengalami kelulusan jika ia tertib masuk kampus. Kenapa mesti dirayakan? Aku menganggap kelulusan ini hanyalah sebuah siklus kehidupan biasa yang pasti dialami oleh sekelompok pemuda di negeriku ini, tak lebih. Kau hanya perlu membayar uang bulanan dan pasti akan kau dapatkan gelar-gelar yang menempel di namamu itu. Sebegitu mudahnya mendapatkan kelulusan. Tinggal mau atau tidak. Kenapa mesti dirayakan?
“Setidaknya kamu harus bersyukur, semester depan orang tuamu tak lagi perlu mengirim uang untuk biaya hidupmu di kota ini”, candamu mengalihkan lamunanku.
Ya benar, mungkin itu satu-satunya alasan yang dapat kuterima jika harus merayakan malam terakhirku di kota ini. Aku telah berhasil membebaskan orang tuaku dari jeratan biaya pendidikan yang begitu mencekik leher akhir-akhir ini. Ini adalah satu-satunya prestasi yang bisa kubanggakan saat ini.
“Dengan apa kuharus merayakan malam terakhir ini?”, tanyaku.
“Menangis mungkin? Aku tak pernah lihat kau menangis.”, jawabanmu klise.
“Haha, aku lelaki non !”, jawabku terkekeh.
“Apa salahnya? Memangnya hanya wanita sepertiku yang boleh menangis? Kau pun boleh. Kesedihan bukan untuk disimpan tau.”, jawabmu marah merasa emansipasinya terusik oleh perkataanku.
Aku pun kembali terdiam, malam semakin larut. Udara semakin dingin, dinginnya tak seperti biasa. Ah, aku lupa, ini adalah akhir September. Periode musim dingin kota ini belum berlalu. Aku menoleh kearah wanita di sebelahku. Wajahnya yang putih semakin putih menahan dingin. Lengan jaket yang sengaja dipanjangkan untuk menutupi telapak tangannya ternyata masih belum mampu mengusir dingin akhir September Kota ini.
Kulingkarkan lenganku dipinggangnya. Kupeluk dan kukirimkan hangatku ketubuhnya. Ia masih mengigil. Kami saling terdiam begitu lama.
“Jangan pergi”, suaranya terisak memecah heningnya malam. Air mata menetes di pipinya. Wanita yang kucintai karena keangkuhan dan ketegarannya ini menangis. Baru pertama kali aku melihatnya menangis. Aku bersalah.
“Kenapa kau menangis? Malam ini malam perayaan!”, jawabku sambil menghapus air mata di pipinya. Wajahnya memerah dan ia masih terisak. Aku bersalah.
Ku longgarkan lenganku di tubuhnya. Ku palingkan wajahnya kearahku.
“Malam ini malam perayaan bukan? Jangan menangis”, tanyaku menghibur.
Ia mengangguk perlahan. Kudekatkan mukaku kearahnya. Kukecup kedua bibir merahnya perlahan.
Lalu aku bisikkan, “Malam ini malam terakhirku di sini, mari kita rayakan”.
Malang, 25 September 2011
Rabu, 25 Januari 2012
Jumat, 20 Januari 2012
Investasi via Gadget? Pikirkan dulu!
Dunia saat ini sudah sangat bergantung pada perangkat teknologi
komunikasi. Hampir disetiap sendi kehidupan seakan-akan kita tidak bisa lepas
dari gadget kita masing-masing. Anak seusia SMP pun sudah terbiasa untuk
mengoperasikan perangkat komunikasi mereka. Baik untuk berkomunikasi sampai
bermain. Orang tua pun tidak mau ketinggalan, sering dijumpai dipojok kafe,
seseorang yang telah berumur sedanga asyik “menyentil” i-pad.
Gadget saat ini bukan hanya berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan komunikasi yang mudah dan efisien namun juga sudah menjadi lifestyle
(gaya hidup). Kepemilikan gadget bahkan sekarang sudah digunakan untuk menandai
kemakmuran seseorang. Ya, gadget sekarang sudah sampai kepada peralatan untuk
meningkatkan prestise seseorang.
Namun terkadang ada sekelompok orang yang memiliki anggapan
bahwa kepemilikan gadget dapat digunakan sebagai investasi. Mereka berpikir,
berusaha membeli peralatan terbaru dengan teknologi termutakhir lalu kemudian
jika sudah bosan akan menjualnya dengan harga yang diharapkan masih tinggi.
Kalau pemikiran ini dilakukan sekitar 10 tahun lalu mungkin masih bisa
diterima. Harga gadget yang cenderung stabil adalah salah satu indikator yang
dapat dijadikan pegangan.
Pada kenyataan teknologi manufaktur gadget berkembang dengan
pesat. Perusahaan-perusahaan raksasa teknologi dunia dalam waktu yang singkat
mampu untuk memproduksi teknologi terbaru perangkat keras maupun perangkat
lunak. Hampir setiap selang waktu tertentu produsen-produsen itu mengeluarkan
update teknologi terbaru yang kadang mencengangkan. Dengan kondisi seperti itu,
teknologi-teknologi yang terdahulu akan selalu tenggelam oleh teknologi terkini
yang diproduksi. Padahal terkadang tingkat perbedaan dengan teknologi yang
terbaru tidak terlalu siknifikan. Namun, perbedaan kecil itu sudah mampu untuk “menjatuh
bebaskan” harga-harga teknologi yang terdahulu.
Berdasarkan fenomena diatas bisa dikatakan bahwa untuk saat
ini gadget bukan digunakan untuk investasi. Kita harus mengubah paradigm berpikir
kita tentang gadget untuk investasi. Cara pembelian gadget yang benar adalah
sesuai dengan kebutuhan kita saat ini dan sesuai dengan kemampuan kita untuk
membeli. Kita tidak perlu memaksakan diri untuk memiliki teknologi terbaru,
karena diyakini suatu saat pasti teknologi tersebut akan ada terus yang
menggantikan.
Perlu diingat lagi bahwa teknologi terbaru terkadang tidak compatible
dengan kebutuhan-kebutuhan kita. Akan menjadi sia-sia jika teknologi terbaru
yang kita beli ternyata tidak mampu untuk meningkatkan produktivitas kita.
Malah kita akan terus terjebak untuk mempelajari-mempelajari hal baru saja
tanpa mampu mengoptimalkan kemampuan gadget kita.
Think wisely for purchasing our gadget.
Think wisely for purchasing our gadget.
Sekian
Salam dari pojokbumi
GK.
Kamis, 12 Januari 2012
Yang Terpinggirkan
Keberadaan kami tak perlu diperjuangkan
Kehidupan kami tak perlu dirisaukan
Suara tangis perempuan kami hanya seharga menitan publikasi
Teriakan-teriakan kami laksana suara berisik nyamuk
Yang sesaat terdengar lalu dengan cepat berusaha dimusnahkan
Masa depan kami adalah masa depan bayangan.
Semakin kelam dan buram tertimpa oleh perilaku jahanam.
Apakah besok kami mati di tangan polisi?
Atau terkubur oleh ambisi politisi?
Kami sebenarnya tak butuh diwakili.
Biar kami sendiri yang memutar roda nasib negeri kami.
Muak sudah harapan pada wakil para bangsawan,
Karena semuanya berujung pada kenikmatan para penjilat kekuasaan.
Kami tidak perlu demokrasi.
Karena suara kami sudah terlalu basi.
Bebas terdengar, namun jarang didengar.
Sebenarnya kami tak perlu diwakili.
Karena kami seharusnya yang menjadi pusaran keputusan dan kesejahteraan.
Bukan yang terpinggirkan.
Bandung, 12 Januari 2012
GK
Kehidupan kami tak perlu dirisaukan
Suara tangis perempuan kami hanya seharga menitan publikasi
Teriakan-teriakan kami laksana suara berisik nyamuk
Yang sesaat terdengar lalu dengan cepat berusaha dimusnahkan
Masa depan kami adalah masa depan bayangan.
Semakin kelam dan buram tertimpa oleh perilaku jahanam.
Apakah besok kami mati di tangan polisi?
Atau terkubur oleh ambisi politisi?
Kami sebenarnya tak butuh diwakili.
Biar kami sendiri yang memutar roda nasib negeri kami.
Muak sudah harapan pada wakil para bangsawan,
Karena semuanya berujung pada kenikmatan para penjilat kekuasaan.
Kami tidak perlu demokrasi.
Karena suara kami sudah terlalu basi.
Bebas terdengar, namun jarang didengar.
Sebenarnya kami tak perlu diwakili.
Karena kami seharusnya yang menjadi pusaran keputusan dan kesejahteraan.
Bukan yang terpinggirkan.
Bandung, 12 Januari 2012
GK
Jumat, 06 Januari 2012
Halo Dunia
Halo Dunia atau yang lebih dikenal "Hello World" merupakan kata-kata yang lazim kita gunakan pada dunia IT untuk memulai belajar sesuatu yang baru. Kita beranggapan bahwa jika kita sudah mampu untuk menuliskan kata "Hello World" berati satu tahapan telah kita lalui. Tahapan tersebut adalah "mencoba". Setelah kita memang telah memiliki kemauan untuk mencoba hanya tinggal familiarisasi dan usaha yang akan membuat kita menguasai hal tersebut.
"Halo Dunia" ini saya gunakan untuk menandai lahirnya blog baru saya. Semoga dengan postingan ini saya telah melalui tahapan berani "mencoba" membuat sebuah blog baru. Selanjutnya saya ingin blog ini menjadi sarana menulis saya yang efektif selain blog saya yang telah ada sebelumnya di http://warkop-it.blogpsot.com.
Blog ini semoga akan dapat membangkitkan semangat berbagi saya yang selama ini terbengkalai. Pastinya blog ini juga akan memiliki klasifikasi tersendiri dibandingkan dengan blog saya yang terdahulu. Dalam Warkop-IT saya cenderung untuk berbagi pengetahuan tentang dunia IT yang saya gemari. Mungkin untuk blog yang ini akan lebih bernuansa bebas, umum bahkan fun dari hasil pemikiran-pemikiran saya. (Semoga sempat nulis :-p)
Semoga Pojok Bumi ini menjadi tempat singgah yang menarik dan tempat berbagi yang menarik bagi para pembaca semua.
Ditulis dari Pojok Bumi untuk Seluruh Dunia
GK
Langganan:
Postingan (Atom)